BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tasawuf ialah memilih jalan hidup
secara zuhud dan menjauhkan diri dari perhiasan hidup dalam segala bentuknya.
Dalam pandangan sufi, manusia cenderung kepada hawa nafsunya. Manusia
dikendalikan oleh nafsu, bukan manusia yang mengendalikan nafsu. Itulah
sebabnya untuk memasuki kehidupan tasawuf, seseorang harus mampu menguasi
nafsunyaagar tidak sampai membawa kepada kesesatan[1].
Untuk menuju kehidupan tasawuf
tersebut terdapat beberapa langkah yang harus ditempuh yaitu dengan : Takhalli,
Tahalli, Tajalli, dan Dzikir.
Dalam makalah ini selanjutnya akan
dijelaskan mengenai pengertian Takhalli, Tahalli, Tajalli, dan Dzikir.
B. Rumusan Masalah
1.
Pengertian
Takhalli
2.
Pengertian
Tahalli
3.
Pengertian
Tajalli
4.
Pengertian
Dzikir
BAB II
PEMBAHASAN
A. Takhalli
Takhalli ialah mengosongkan diri dari
sikap ketergantungan terhadap kelezatan hidup duniawi dengan cara menjauhkan
diri dari maksiat dan berusaha menguasai hawa nafsu. Takhalli (membersihkan
diri dari sifat tecela) oleh sufi dipandang pentingkarena semua sifat – sifat
tercela merupakan dinding –dinding tebal yang membatasi manusia dengan
Tuhannya. Oleh karena itu, untuk dapat mendalami tasawuf seseorang harus mampu
melepaskan diri dari sifat tercela dan mengisinya dengan akhlak –akhlak terpuji
untuk dapat memperoleh kebahagiaan yang hakiki[2].
B. Tahalli
Tahlli disini maksudnya adalah
menghiasi atau mengisi diri dari sifat dan sikap serta perbuatan – perbuatan
yang baik. Dengan kata lain, sesudah mangosongkan diri dari sifat tercela (takhalli),
maka usaha itu harus berlanjut terus ke tahap tahalli (pengisian jiwa yang
telah dikososongkan tadi[3]).
Adapun sikap – sikap yang dapat
dibiasakan ialah sebagai berikut :
1.
At-taubah
Al-Ghazali
mengklasifikasikan tobat kepada tiga tingkatan, yaitu:
·
Meninggalkan
kejahatan dalam segala bentuknya dan beralih kepada kebaikan dan takut akan
siksa Allah.
·
Beralih
dari situasi baik ke situasi yang lebih baik lagi.
·
Rasa
penyelasan yang dilakukan semata – mata karena ketaatan dan kecintaan kepada
Allah.
2.
Cemas
dan Harap (khouf dan raja’)
Dengan adanya rasa takut
akan menjadi pendorong bagi seseorang untuk meningkatkan pengabdiannya dengan
harapan ampunan dan anugerah dari Allah.
3.
Zuhud
Zuhud ialah melepaskan diri dari
kehidupan duniawi dengan mengutamakan kehidupan akhirat.
4.
Al-
Faqr
Yaitu puas dan bahagia dengan apa
yang dimiliki
5.
Ash-Shabru
Al-Ghazali membedakan sabar kedalam
beberapa nama, yaitu :
·
Iffah,
yaitu ketahanan mental terhadap hawa nafsu perut dan seksual.
·
Hilm,
yaitu kesanggupan menguasai diri agar tidak marah
·
Qanaah,
yaitu ketabahan hai menerima nasib sebagaimana adanya
·
Saja’ah,
yaitu sikap pantang menyerah dalam menghadapi masalah
6.
Ridha
Adalah menerima dengan lapang dada
dan hati terbuka apa saja yang datang dari Allah
7.
Muraqabah
Muraqabah bisa diartikan sebagai
segala aktivitas yang dilakukan selalu ada perhitungan, seberapa jauh ia dapat
menunaikan kewajiban dan sampai dimana ia telah melakukan pelanggaran hukum
Allah.
C. Tajalli
Tajalli dapat dikatakan terungkap nya nur ghaib untuk hati. Rasulullah
Saw. bersabda: “ada saat – saat tiba karunia dari Tuhanmu, maka sikapkanlah
dirimu untuk itu”. Oleh karena itu, setiap calon sufi mengadakan lathan jiwa
(riyadah), berusaha untuk membersihkan dirinya ari sifat – sifat tercea,
mengosongkan hati darisifat yang keji ataupun dari hal – hal duniawi, lalu
mengisinya dengan sifat – sifat terpuji seperti: beribadah, zikir,
menghindarkan diri dari hal – hal yang dapat mengurangi kesucian diri dan
seluruh jiwa (hati) semata – mata hanya untuk memperoleh tajalli yaitu menerima
pancaran ilahi.
Apabila Tuhan telah menembus hati hambanya
dengan nur-Nya, maka berlimpah ruahlah rahmat dan karunianya. Pada tingkatan
ini, hati hamba akan bercahaya terang – benderang, dadanya terbuka luas, dan
terangkat tabir rahasia alam malakut dengan karunia rahmat Tuhan tersebut[4].
Adapun untuk memperdalam rasa cinta kepada
Allah dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
·
Munajat
·
Muraqabbah
·
Memperbanyak
wirid dan dzikir
·
Tafakkur
·
Zikrul
maut (mengingat kepada Allah akan kematian yang pasti akan terjadi).
D. Zikir
Zikir berasal dari kata
dzakara-yadzkuru-dzikran, yang memiliki arti, menyebut, mengingat,
memerhatikan, menuturkan, menjaga, mengambil pelajaran, mengenal, dan mengerti.
Kata Zikir pada mulanya berarti
“mengucapkan dengan lidah atau menyebut sesuatu, maka ini kemudian berkembang
menjadi “mengingat”, karena mengingat sesuatu seringkali mengantar lidah
menyebutnya. Demikian juga menyebut dengan lidah dapat mengantar hati untuk
mengingat lebih banyak lagi apa yang disebut – sebut itu, disebut sifat,
perbuatan, atau peristiwa yang berkaitan dengannya. Dari sini dapat dipahami
bahwa kata Zikrullah dapat mencakup penyebutan nama Allah atau ingatan
menyangkut sifat – sifat atau perbuatan Allah, surga atau neraka-Nya, rahmat
dan siksa-Nya, perintah dan larangan-Nya, dan juga wahyu – wahyu- Nya, bahkan
segala yang dikaitkan dengan-Nya demikian arti kata zikir tersebut maka zikir
terbagi beberapa macam[5] :
·
Zikir
lisany (zikir lidah)
Menyebut nama Allah dengan lidah,
bunyinya berupa kalimat Subhanallah, Alhamdulillah, Shalawat dan istighfar,
Asma’ul Husna, zikir ini poin pahalanya paling rendah dibandingkan macam zikir
yang lain. Dan zikir ini ada yang menyebutnya sebagai zikir syari’at.
·
Zikir
Qalbi (zikir hati)
Menyebut nama Allah dengan hati
kalimat tasbih (Subhanallah), tahlil (lailahaillah), takbir (Allahu Akbar),
tahmid (Alhamdulillah), taqdis, hauqallah, tarji’, istighfar. Zikir ini poin
pahalanya bisa mencapai 70 kali lipat atau lebih dibandingkan zikir lisan,
karena zikir qalbi tidak diketahui oleh orang lain sehingga keikhlasannya dapat
lebih terjaga. Zikir ini ada yang menyebutnya sebagai ziqir thariqat. Tariqat
artinya jalan zikir qalbi disebut dzikir thariqat karena menjalani jalan untuk
mencapai tingkatan zikir berikutnya.
·
Zikir
Aqly (zikir pikir): Memikirkan arti, makna dan maksud yang terkandung dalam
kalimat – kalimat zikir.
Zikir ini disebut juga tafakkur
(memikirkan) dan tadabbur (merenungkan) yaitu merenungkan keesaan dan kekuasaan
Allah sebagaimana yang tersurat dalam kalimat zikir yang diucapkan.
·
Zikir
Ruhy (zikir roh) kembalinya roh pada fitrah atau asal kejadiannya saat berada
dalam arwah, menyaksikan dan membuktikan wujudnya Tuhan secara langsung tanpa
perantara. Zikir ini disebut juga zikir makrifah, dan ini tingkatan zikir
tertinggi.
Berikut ini kami kemukakan ayat
Al-Qur’an yang dapat dijadikan sebagai dalil diisyaratkannya zikir.
فَاذْكُرُوْنِ
أَذْكُرْكُمْ وَشْكُرُواْ لِى وَلاَتَكْفُرُوْنِ
“karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya
Aku ingat (pula) kepadamu.” (Q.S. Al-Baqarah : [2]:152)
BAB III
KESIMPULAN
Takhalli
Takhalli ialah mengosongkan diri dari sikap
ketergantungan terhadap kelezatan hidup duniawi dengan cara menjauhkan diri
dari maksiat dan berusaha menguasai hawa nafsu.
Tahalli
Tahlli
disini maksudnya adalah menghiasi atau mengisi diri dari sifat dan sikap serta
perbuatan – perbuatan yang baik.
Adapun sikap –
sikap yang dapat dibiasakan ialah sebagai berikut :
·
At-taubah
·
Cemas
dan Harap
·
Zuhud
·
Al-faqr
·
Ash-shabru
·
Ridha
·
Muraqabbah
Tajalli
Tajalli dapat dikatakan terungkap nya nur ghaib untuk hati. Adapun
untuk memperdalam rasa cinta kepada Allah dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
·
Munajat
·
Muraqabbah
·
Memperbanyak
wirid dan dzikir
·
Tafakkur
·
Zikrul
maut (mengingat kepada Allah akan kematian yang pasti akan terjadi
Zikir
Zikir berasal dari kata
dzakara-yadzkuru-dzikran, yang memiliki arti, menyebut, mengingat,
memerhatikan, menuturkan, menjaga, mengambil pelajaran, mengenal, dan mengerti.
Macam – macam zikir :
·
Zikir
lisany
·
Zikir
qalby
·
Zikir
aqly
·
Zikir
ruhy
DAFRTAR
PUSTAKA
Nasution,
Ahmad Bangun. 2013. Akhlak Tasawuf. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas:
Mata
Kuliah: Ilmu Tasawuf
Dosen Pengampu: Drs.H.
Ahmad Rifai, M.Pd

Disusun Oleh :
1.
Ismi Aini Lathifah (2022112081)
2.
Fatkhatun Ni’mah (2022112084)
JURUSAN TARBIYAH
PENDIDIKAN BAHASA ARAB
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI
STAIN PEKALONGAN
2015
[1] Ahmad Bangun Nasution &
Rayani Hanum Siregar, Akhlak dan Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2013), hal.72
[2] Ahmad Bangun Nasution &
Rayani Hanum Siregar, Akhlak dan Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2013), hal. 72
[3] Ibid,
73 – 74
[4] Loc.cit,
hal. 74 – 75
[5] Loc.cit,
hal. 76 – 77
No comments:
Post a Comment