Saturday, December 3, 2016

makalah balaghah fashahah



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
     Menurut bahasa fashahah bermakna ‘jelas’ atau ‘terang’[1], sedangkan menurut istilah  fashahah ada tiga macam yaitu kalimat fashahah, kalam fasih, dan mutakallim fasih. Fashahah merupakan bagian dari balaghah, karena kedua nya merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari ilmu bayan.  
     Didalam pembahasan makalah ini akan dipaparkan mengenai kalimat – kalimat yang dikatakan fasih dengan tujuan agar mempermudah seseorang memahami suatu teks atau ucapan khususnya dalam bahasa arab.
B.  Rumusan Masalah
1.    Pengertian Fashahah
2.    Macam – macam Fashahah
3.    Syarat – syarat kalimat bisa dikatakan fasih










BAB II
PEMBAHASAN
     Menurut bahasa fashahah bermakna ‘jelas’ atau ‘terang’[2], sedangkan menurut istilah  fashahah ada tiga macam yaitu kalimat fashahah, kalam fasih, dan mutakallim fasih[3].

A.  Kalimat Fashihah (kata Fashih)
     Suatu kata disebut fashih atau ‘jelas’, jika kata tersebut selamat dari :
1.    Tanafur al-Huruf.( تنا فر الحرف)  , yakni kata – kata yang sukar diucapkan.
Contoh :
تَرَكْتُهَا تَرْعَى الهُعخُعَ
     (aku membiarkannya makan rumput)
     Perkataan Hu’khu’u dirasa sulit dan berat untuk mengucapkannya.kesulitan mengucapkan seperti ini dinamakan tanafurul huruf. Setiap kata yang tanafur adalah tidak fashih. Karenanya, kalimat fashih itu harus terhindar dari tanafur huruf.
2.    Mukhalafah al-Qiyas( مخالفة القياس  ) , yakni kata – kata yang menyalahi atau tidak sesuai dengan kaidah umum ilmu sharaf[4].
Contoh :
فَلاَ يُبْرَمُ الأَمْرُ الَّذِى هُوَ حَالِلٌ – وَلاَيُحْلَلُ الأَمْرُ الَّذِى هُوَ يَبْرُمُ
(sesuatu yang lentur akan sulit untuk ditegakkan, dan sesuatu yang keras akan sulit untuk dilenturkan).
     Pada syiir diatas terdapat dua kata, yaitu “يُحْلَلُ" dan "  حَالِلٌ ” shigah (bentuk) kedua kata tersebut tidak sesuai dengan kaidah – kaidah ilmu sharaf. Jika mengikuti kaidah kedua kata tersebut seharusnya “  " يَحِل dan “  ." حَلَ
3.    Gharabah (  ( غرابة, yakni suatu ungkapan yang terdiri dari kata – kata yang asing, jarang dipakai, dan tidak diketahui oleh banyak orang.[5]
Contoh :
ماَلَكُمْ تَكَأْ كَئْتُمْ عَلَيَّ كَتَكَأْ كُئِكُمْ عَلَى ذِىْ جِنَّةٍ اِفْرَنْقِعُوا
Mengenai perkataan ini, sekalipun ia orang Arab, maka akan merasa kesulitan untuk memahaminya. Setelah dicari dalam kmus barulah diketahui; yaitu :
ماَلَكُمْ اِجْتَمَعْتُمْ عَلَيَّ كَأجْتِمَاعِكُمْ عَلَى ذِىْ جِنَّةٍ اِنْصَرِفُوا
     (mengapa kalian berkumpul padaku seperti menonton orang gila? Pergilah !)
     Kata yang sulit artinya disini ialah Takak-kaktum dan Ifronqi’u. kedua kata tersebut dianggap gharabah, karena jarang digunakan sehingga sulit mengartikannnya. Setiap kata yang gharabah adalah tidak fashih. Karenanya, kalimat fashih itu harus terhindar dari gharabah.

B.  Kalam Fasih
     Kalam Fasih, artinya kalimat yang baik dan mudah diucapkan dan difahami. Suatu kalam dinilai fasih jika selamat dari hal – hal berikut[6] :
1.    Susunan kalimatnya tidak tanafur yakni tidak tersusun dari kata – kata yang berat atau sukar diucapkan.
Contoh :
 وَقَبْرُ حَرْبٍ بِمَكَانٍ – وَلَيْسِ قُرْبَ قَرْبِ حَرْبٍ قَرْبٌ

     (adapun kuburan musuh itu di tempat sunyi dan tiada kuburan lain dekat dengan kuburan itu).
     Susunan kalimat pada syi’ir diatas dianggap berat mengucapkannya, sebab berkumpul beberapa kata yang hampir bersamaan hurufnya.
2.    Susunan kalimatnya tidak dha’uf al-ta’lif, yaitu susunan kalimat yang lemah, sebab menyalahi kaidah ilmu nahwu atau sharaf seperti :
ضرب زيدا غلامه      seharusnya   ضرب غلامه زيدا
Kecuali : ضرب زيدغلامه   atau ضرب غلامه زيد
     Kaimat (jumlah) yang terakhir ini dibolehkan karena ada dhamir munfashil yang kembali ke fa’il.
3.    Adanya ta’qid lafzhi (kerancuan pada kata – kata) suatu kalimat termasuk kategori ta’qid lafzhy apabila ungkapan kata – katanya tidak menunjukan tujuan karena ada cacat dalam susunannya, seperti kata Farazdaq :
  وَمَا مِثْلُهُ فِى النَّاسِ إلاَّ مَلِكًا اَبُو اُمِّهِ حَيٌّ اَبُوهُ يُقَارِبُهُ
Susunan kalimat diatas asalnya ,
وَمَامِثْلُهُ فِى النَّاسِ حَيٌّ يُقَارِبُهُ اِلاَّمَلِكَا اَبُو اُمِّهِ اَبُوهُ
(tiadalah seorangpun yang menyerupainya, kecuali raja yang bapak ibunya itu masih hidup, yaitu bapaknya (Ibrahim) yang menyerupai dia)
     Maksudnya tiada diantara manusia yang masih hidupyang menyerupai dia, kecuali raja yang menyerupai bapak ibunya, yaitu Ibrahim.
4.    Ta’qid ma’nawi
Contoh
سَاَطْلُبُ بُعْدَ الدَّارِ عَنْكُمْ لِتَقْرُبُوْا # وَتَسْكُبُ عَيْنَا يَ الدُّمُوْعَ لِتَجْمُدَا
(aku mecari tempat yang jauh dari kamu sekalian, agar kamu kelak menjadi dekat denganku dan supaya kedua mataku mengucurkan airmata, kemudian supaya menjadi keras).
Maksudnya : ( sekarang aku lebih suka berpisahjauh denganmu untuk sementara waktu meskipun sampai mengucurkan airmata karena prihatin)
Untuk mengambil makna dari syiir diatas sangat sulit, sehingga dinamakan Ta’qid ma’nawi.

C.  Mutakalim Fashih
     Mutakallim Fashih yaitu bakat kemampuan berekspresi secara baik yang melekat pada seorang mutakallim. Seorang mutakallim yang fasih adalah orang yang dapat menyampaikan maksud nya dengan ucapan yang fashihah atau baik dan lancar[7]. Sedang yang yang tidak demikian dinamakan Ghair Fasih[8].





BAB III
KESIMPULAN

     Menurut bahasa fashahah bermakna ‘jelas’ atau ‘terang’[9], sedangkan menurut istilah  fashahah ada tiga macam yaitu kalimat fashahah, kalam fasih, dan mutakallim fasih.
Syarat – syarat Fashahah :
1.    Tanafur al-Huruf.( تنا فر الحرف)  , yakni kata – kata yang sukar diucapkan.
2.    Mukhalafah al-Qiyas( مخالفة القياس  ) , yakni kata – kata yang menyalahi atau tidak sesuai dengan kaidah umum ilmu sharaf.
3.    Gharabah (  ( غرابة, yakni suatu ungkapan yang terdiri dari kata – kata yang asing, jarang dipakai, dan tidak diketahui oleh banyak orang.
Macam – macam Fashahah :
1.    Kalimat Fashihah
2.    Kalam Fasih, ada empat macam :
a.    Susunan kalimatnya tidak tanafur
b.    Susunan kalimatnya tidak dha’uf al-ta’lif
c.    Adanya ta’qid lafzhi
d.    Ta’qid ma’nawi
3.    Mutakalim Fashih








DAFTAR PUSTAKA

Muhsin, Wahab & Fuad Wahab. 1991. Pokok – Pokok IlmuBalaghah. Bandung:Angkasa
Thamum, Syaikh Musthofa & Muhammad Afandi Umar.  Qowaid al-lughoh ‘arobiyah. semarang : Maktabah ‘ulumiah
Zaenuddin, Mamat & Yayan Nurbayan. 2007. Pengantar Ilmu Balaghah. Bandung:PT Refika Aditama












MAKALAH

FASHAHAH

Disusun guna memenuhi tugas :
Mata Kuliah: Balaghah
Dosen Pengampu: Ali Burhan, M.A
Logo-STAIN-Pekalongan.gif
Disusun Oleh :

1.      Ismi Aini Lathifah    (2022112081)
2.      Lutfi Hakim               (2022112082)
3.      Fatkhatun Nikmah   (2022112084)
4.      Ikhsanuddin              (2022112086)


JURUSAN TARBIYAH PENDIDIKAN BAHASA ARAB
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
STAIN PEKALONGAN
2015



[1] Mamat Zaenuddin & Yayan Nurbayan, Pengantar Ilmu Balaghah, (Bandung:PT Refika Aditama, 2007), hal.16
[2] Mamat Zaenuddin & Yayan Nurbayan, Pengantar Ilmu Balaghah, (Bandung:PT Refika Aditama, 2007), hal.16
[3] Syaikh Musthofa Thamum & Muhammad Afandi Umar, Qowaid al-lughoh ‘arobiyah, (semarang : Maktabah ‘ulumiah). Hal.102
[4] Op.cit, Mamat Zaenuddin & Yayan Nurbayan, hal. 17
[5] Ibid
[6] Loc. Cit, Syaikh Musthofa Thamum & Muhammad Afandi Umar. Hal.102 – 103
[7]Loc.cit, Mamat Zaenuddin & Yayan Nurbayan, hal.19
[8] Wahab Muhsin & Fuad Wahab, Pokok – Pokok IlmuBalaghah, (Bandung:Angkasa, 1991), hal. 18
[9] Mamat Zaenuddin & Yayan Nurbayan, Pengantar Ilmu Balaghah, (Bandung:PT Refika Aditama, 2007), hal.16

No comments:

Post a Comment